^^

Pages

Jumat, 27 April 2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Urine di keluarkan melalui uretra. Uretra wanita jauh lebih pendek dari pada uretra pria hanya 4 cm panjangnya di bandingkan dengan panjang sekitar 20 cm pada pria. Perbedaan anatomis menyebabkan insiden infeksi saluran kemih asendens lebih tinggi pada wanita. dengan demikian hitung koloni yang lebih dari 100.000 sel bakteri permililiter urin di anggap bermakna patologis. Sfingter internal bagian atas di tempat keluar dari kandung kemih, terdiri atas otot polos dan dibawah pengendalian otonom. Sfingter eksternal adala otot rangka dan berada di bawah pengendalian folunter. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda sebagai saluran untuk urin dan  spermatozoa melalui koitus.
Striktur urethra merupakan penyakit atau kelainan yang berupa penyempitan atau konstriksi dari lumen urethra akibat adanya obstruksi . Striktur urethra di sebut juga penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra.
B.      Rumusan Masalah
-          Pengertian
-          Anatomi  fisiologi
-          Etiologi
-          Pemeriksaan diaknostik
-          Dampak masalah
-          Asuhan Keperawatan

C.      Tujuan
Tujuan Umum :
1.      Setelah disusunnya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan Striktur Uretra

Tujuan Khusus :
1.      Mahasiswa dapat menjelaskan definisi striktur uretra
2.      Mahasiswa dapat memberikan gambaran klinis tentang struktur uretra
3.      Mahasiswa dapat menguraikan hal-hal yang dapat menyebabkan striktur uretra
4.      Mahasiswa dapat menguraikan cara pencegahan dan penanganan struktur uretra
5.      Mahasiswa dapat menguraikan askep struktur uretra




BAB II
ISI

A.   Pengertian
Striktur urethra adalah penyempitan atau konstriksi dari lumen urethra akibat adanya obstruksi (long,1996).
Striktur urethra adalah penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra. (UPF Ilmu Bedah, 1994)
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
·         Infeksi,
·         Trauma internal maupun eksternal pada urethra
·         Kelainan bawaan dari lahir
B.   Anatomi  fisiologi
Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine  keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini  berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra ini diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dinding terdiri atas otot polos yang disyarafi oleh sistem otonomik dan spingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior, dinding terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keingian seseorang. Panjang uretra dewasa ± 23-25 cm.
Secara anatomis uetra terdiri dari dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh  spingter uretra eksternal.
Uretra posterior pada pria  terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vasdeferen yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kanan dan kiri verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara didalam duktus prostatiks yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas: 1. Pars bulbosa, 2. Pars pendularis, 3. Fossa navikulare, dan 4. Meatus uretra eksterna. Didalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada didalam diafragma urogenitalis bermuara diuretra pars bulbosa, serta kelenjar Littre yaitu kelenjar para uretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.

C.   Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
1.   Struktur urethra kongenital
Striktur ini bisanya sering terjadi di fossa navikularis dan pars membranase, sifat striktur ini adalah stationer dan biasanya timbul terpisah atau bersamaan dengan anomalia sakuran kemih yang lain.

2.   Struktur urethra traumatik

Trauma ini akibat trauma sekunder seperti kecelakaan, atau karena instrumen, infeksi, spasmus otot, atau tekanan dari luar, atau tekanan oleh struktur sambungan atau oleh pertumbuhan tumor dari luar serta biasanya terjadi pada daerah kemaluan dapat menimbulkan ruftur urethra, Timbul striktur traumatik dalam waktu 1 bulan. Striktur akibat trauma lebih progresif daripada striktur akibat infeksi. Pada ruftur ini ditemukan adanya hematuria gross.

3.    Struktur akibat infeksi

Struktur ini biasanya sissebabkan oleh infeksi veneral. Timbulnya lebih lambat daripada striktur traumatik

D.    Pemeriksaan Diagnostik
  • Anamnesis yang lengkap
Dengan anamnesis yang baik, diagnosis striktur urethra mudah ditegakkan, apabila ada riwayat infeksi “veneral atau straddle injury” seperti uretritis, trauma dengan kerusakan pada pinggul straddle injury, instrumentasi pada urethra, pemasangan kateter, dan kelainan sejak lahir.
  • Inspeksi :
Meatus, ekstermus  yang sempit, pembengkakan  serta fistula (e) didaerah penis, skrotum, perineum dan suprapubik
  • Palpasi :
Teraba jaringan parut sepanjang perjalalanan urethra, anterior pada bagian ventral dari penis, muara fistula (e) bila dipijat mengeluarkan getah/nanah
  1. Colok dubur
  2. Kalibari dengan kateter lunak (lateks) akan ditemukan adanya hambatan
  3. Untuk Kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana kedalam urethra dimasukkan dengan kontras kemudian difoto sehingga dapat terlihat seluruh saluran urethra dan buli-buli . dan dari fototersebut dapat ditentukan  :
-          lokalisasi struktur : apakah terletak pada proksimal atau distal dari sfingter sebab ini penting untuk tindakan operasi
-          besarnya kecilnya striktur
-          panjangnya striktura dan
-          jenis struktur
  1. Bila sudah dilakukan sistomi : bipolar-sistografi dapat ditunjang dengan flowmetri
  2. Dan pad kasus-kasus tertentu dapat dilakukan IVP, USG, (pada striktura yang lama dapat terjadi perubahan sekunder pada kelenjar prostat,/batu/perkapuran/abses prostat, efididimis/fibrosis diefididimis.
E. Dampak Masalah .

Pada klien striktura urethra akan timbul beberapa masalah, dengan gejala yang telah diuraikan pada sub bab patofisiologi . Masalah ini  dapat berdampak pada pola pola fungsi kesehatan klien.Dimana klien sebagai mahluk  bio, psiko, sosial, spiritual. Dampak masalah yang muncul dapat di bagi menjadi 2 yaitu dampak masalah pre operasi dan post operasi Sachse

Dampak  masalah pre operasi Sachse adalah :
  • Pola eleminasi .
Tanda tanda dan gejala yang berhubungan dengan striktura urethra akibat penyempitan urethra yang berdampak pada penyumbatan parsial atau sepenuhnya pada saluran kemih bagian bawah. Keluhan klien antaralain adalah nokturia, frekuensi,  hesistency, disuria, inkontinensia dan rasa tidak lampias sehabis miksi .  Dapat pula muncul hernia inguinalis dan hemoroid .
  • Pola persepsi dan konsepsi diri.
Kebanyakan klien yang akan menjalani operasi akan muncul kecemasan. Ketidak pastian tentang prosedur pembedahan,  nyeri setelah operasi, insisi dan immobilisasi dapat menimbulkan rasa cemas. Klien juga cemas akan ada perubahan pada dirinya setelah operasi.
  • Pola tidur dan istirahat.
Tanda dan gejala striktur urethra antara lain  nokturi dan frekuensi . Bila keluhan ini muncul pada klien maka tidur klien akan terganggu. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap pada setiap miksi sehingga interfal antara miksi lebih pendek. Akibatnya klien akan sering terbangun pada malam hari  untuk miksi dan waktu tidur akan berkurang.

Dampak masalah  post operasi  Sachse adalah:
·         Pola eliminasi
Klien post operasi Sachse dapat mengalami perubahan eliminasi. Hal ini terjadi bila terdapat bekuan darah yang menyumbat kateter, edema dan prosedur pembedahan .  Perdarahan dapat terjadi pada klien post operasi Sachse karena fiksasi dari traksi yang kurang tepat. Infeksi karena pemasangan kateter yang kurang tepat atau perawatan kateter kurang atau tidak aseptik dapat juga terjadi.
Pada klien post Sachse dapat mengalami  gangguan tidur karena klien merasakan  nyeri pada lika operasi atau spasme dari kandung kemih. Karena gangguan ini maka lama/ waktu tidur klien berkurang.
·         Pola aktifitas.
Klien post Sachse aktifitasnya akan berkurang dari aktifitas biasa. Klien cenderung mengurangi aktifitas karena nyeri yang dirasakan akibat dari Sachse nya. Klien akan banyak memilih di tempat tidur dari pada beraktifitas pada hari  pertama dan hari yang kedua post Sachse Sedangkan kebutuhan klien dibantu.

·         Pola reproduksi dan seksual.
Klien post Sachse dapat mengalami disfungsi seksual. Hal ini di sebabkan karena situasi krisis  ( inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter ). Dengan terjadinya disfungsi seksual maka dapat terjadi ancaman terhadap konsep diri karena perubahan status kesehatan.
  • Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat.
Perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dirumah dapat menimbulkan masalah dalam perawatan diri selanjutnya. Sehingga klien perlu informasi tentang  perawatan selanjutnya khususnya saat dirumah supaya tidak terjadi perdarahan atau tanda tanda infeksi.
F.   Asuhan Keperawatan
1.   Pengkajian
Pengkajian dibagi menjadi 2 tahap, yaitu pengkajian pre operasi Sachse dan pengkajian post operasi Sachse
a.  Pengkajian pre operasi Sachse
Pengkajian ini dilakukan sejak klien ini MRS sampai saat operasinya, yang meliputi :
Pengkajian fokus :

Inspeksi :
·   Memeriksa uretra dari bagian meatus dan jaringan sekitarnya
·   Observasi adanya penyempitan, perdarahan, mukus atau cairan purulent ( nanah )
·   Observasi kulit dan mukosa membran disekitar jaringan
·   Perhatikan adanya lesi hiperemi atau keadaan abnormal lainnya pada penis, scrotom, labia dan orifisium Vagina.
·   Iritasi pada uretra ditunjukan pada klien dengan keluhan ketidak nyamanan pada saat akan mixi.

Pengkajian Psikososial :
·   Respon emosional pada penderita sistim perkemihan, yaitu : menarik diri, cemas, kelemahan, gelisah, dan kesakitan.
·   Respon emosi pada pada perubahan masalah pada gambaran diri, takut dan kemampuan seks menurun dan takut akan kematian.

Pengkajian Diagnostik
1.   Sedimen urine untuk mengetahui partikel-partikel urin yaitu sel, eritrosit, leukosit, bakteria, kristal, dan protein.
2.   Identitas klie,n Meliputi nama, jenis kelamin, umur, agama / kepercayaan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, suku/ Bangsa, alamat, no. rigester dan diagnosa medis.
3.   Riwayat penyakit sekarang, Pada klien striktur urethra keluhan-keluhan yang ada adalah frekuensi , nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak lampias/ puas sehabis miksi, hesistensi, intermitency, dan waktu miksi memenjang dan akirnya menjadi retensio urine.
4.   Riwayat penyakit dahulu, Adanya penyakit yang berhubungan dengan saluran perkemihan,  misalnya ISK (Infeksi Saluran Kencing ) yang berulang. Penyakit kronis yang pernah di derita.  Operasi yang pernah di jalani kecelakaan  yang pernah dialami  adanya riwayat penyakit DM  dan hipertensi .
5.   Riwayat penyakit keluarga, adanya riwayat keturunan  dari salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit striktur urethra Anggota keluarga yang menderita DM, asma, atau hipertensi.

b. Pengkajian post operasi Sachse
Pengkajian ini dilakukan setelah klien  menjalani operasi, yang meliputi:
1. Keluhan utama
        Keluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang lain. Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi Sachse adalah keluhan rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan dari klien sendiri.
2. Keadaan umum
Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara..
3. Sistem sirkulasi
Yang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor jantung ( EKG ).
4. Sistem gastrointestinal
Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi, bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.
5. Sistem neurology
Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.
6. Sistem muskuloskleletal
Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi. Bagaimana memenuhi kebutuhannya. Apakah terpasang infus  dan dibagian mana dipasang serta keadaan disekitar daerah yang terpasang infus. Keadaan ekstrimitas.
7. Sistem eliminasi
Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik,  kandung kemih penuh . Masih ada gangguan miksi seperti retensi. Kaji apakah ada tanda – tanda perdarahan, infeksi. Memakai kateter jenis apa. Irigasi kandung kemih. Warna urine dan jumlah produksi urine tiap hari. Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter.
8. Terapi yang diberikan setelah operasi
Infus yang terpasang, obat – obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi kandung kemih.
9. Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengklasifikasi data, mengelompokkan, mengkaitkan, menentukan kesenjangan informasi, membandingkan dengan standart, menginterpretasikan serta akhirnya membuat kesimpulan. Penulis membagi analisa menjadi 2, yaitu analisa sebelum operasi dan analisa setelah operasi.
2.      Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan yang merupakan penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian keoerawatan. Dari analisa data diatas  dapat dirumuskan  suatu diagnosis keperawatan yang dibagi  menjadi 2, yaitu diagnosa sebelum operasi dan diagnosa setelah operasi.



1.   Diagnosa sebelum operasi .
1.     Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap struktur urethra.
2.   Diagnosa setelah operasi
1.   Perubahan eliminasi urine sehubungandengan obstruksi sekunder dari Sachse bekuan darah odema.

3.      Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktifitas keperawatan perlu di tetapkan untuk   mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap ini disebut sebagai perencanaan  keperawatan yang terdiri dari: menentukan prioritas diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran ( goal ), dan tujuan (obyektif ), menetapkan kriteria evaluasi, merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan. Selanjutnya  dibuat perencanaan dari masing – masing diagnosa keperawatan  sebagai berikut :
1 . Sebelum operasi
1.   Nyeri sehubungan dengan penyumbatan saluran kencing sekunder terhadap striktur urethra
Tujuan : Klien menunjukan  bebas dari ketidaknyamanan
Kriteria hasil :
-  Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
-  Ekspresi wajah klien rileks
-  Klien mampu untuk istirahat dengan cukup
-  Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan :
1.   Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 1-10 ), dan lamanya.
2.   Beri tindakan kenyamanan, contoh: membantu klien melakukan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi / latihan nafas dalam.
3.   Beri kateter jika diinstruksikan untuk retensi urine yang akut : mengeluh ingin kencing tapi tidak bisa.
4.   Observasi tanda – tanda vital.
5.   Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat sesuai indikasi, contoh: kaltrofen ( Dumerol )
Rasional :
1.   Memberi informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan     Intervensi
2.   Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3.   Retensi urine menyebabkan infeksi saluran kemih, hidro ureter dan hidro nefrosis
4. Mengetahui perkembangan lebih lanjut
5.  Untuk menghilangkan nyeri hebat / berat, memberikan relaksasi mental dan fisik.
  1. 2. Sesudah operasi
1.   Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi sekunder dari Sachse: bekuan darah, edema.
Tujuan: Eliminasi urine normal dan tidak terjadi retensi urine.
Kriteria hasil:
·   Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.
·   Klien akan menunjukan perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih.
·   Tidak terdapat bekuan darah sehingga urine lancar lewat kateter.
Rencana tindakan:
1.  Kaji output urine dan karakteristiknya
a)   Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam  pertama
b)  Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.
c)   Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.
d)  Setalah kateter diangkat, pantau waktu, jumlah urine dan ukuran aliran. Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih, ketidakmampuan berkemih, urgensi atau gejala – gejala retensi.
Rasional:
1.   Mencegah retensi pada saat dini.
2.   Mencegah bekuan darah karena dapat menghambat aliran urine.
3.   Mencegah bekuan darah menyumbat aliran urine.
4.   Melancarkan aliran urine.
5.   Mendeteksi dini gangguan miksi.

4.   Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien, baik sebelum operasi dan sesudah operasi. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut:
a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah divalidasi.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dan respon klien.

5. Evaluasi
Semua tahap proses keperawatan ( diagnosis, tujuan, intervensi ) harus dievaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang .
Ada tiga alternatif yang dapat dipakai perawat dalam memutuskan, sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai, yaitu tujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian dan tujuan tidak tercapai. Untuk dapat menilai maka dilihat dari perilaku klien sebagai berikut:
1. Tujuan tercapai  jika klien telah mampu menunjukkan perilaku, dan seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan .

2. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan perilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan .
3.  Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan, sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
     Evaluasi adalah bagian akhir dari proses keperawatan .
  
BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Striktur urethra merupakan penyakit atau kelainan yang berupa penyempitan atau konstriksi dari lumen urethra akibat adanya obstruksi . Striktur urethra di sebut juga penyempitan akibat dari adanya pembentukan jaringan fibrotik (jaringan parut) pada urethra atau daerah urethra.
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine  keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini  berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis : Struktur urethra congenital, Struktur urethra traumatic dan Struktur akibat infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, edisi 6. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3.
  1. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC
Lab UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
  1. Long, Barbara C. 1996. Pendekatan Medikal Bedah 3, Suatu pendekatan proses keperawatan. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Sjamsuhidayat, R ( et al ). 1997. Buku Ajar Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran, EGC.







0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Dhe aDhel adhelia. Design by WPThemes Expert

Themes By Buy My Themes and Direct Line Insurance.